Konsep Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata Berbasis ‘Gamangisme’

MBT Leopard

Baru-baru ini tengah ramai berita seputar rencana pembelian MBT (main battle tank) jenis Leopard 2A6 buatan Jerman. Sontak saja kabar ini menjadi isu hangat diantara pemerhati militer, masyarakat luas dan tentunya juga para anggota dewan yang katanya terhormat.

Apa yang menyebabkan berita MBT ini jadi heboh? Dari sisi teknis inilah upaya serius dari pihak Kementrian Pertahanan dan Mabes TNI untuk secara eksplisit menyatakan ketertarikannya dalam membeli MBT. Maklum sedari dulu kodrat kendaraan lapis baja milik TNI hanya berkutat pada jenis tank ringan (light tank). Ditambah pengadaan MBT ini turut mengusung skema pembelian government to government, dengan meniadakan peran broker, artinya akan mengelimir terjadinya praktik korupsi.

Lepas dari polemik soal peran broker dan politik, memang sudah jadi tradisi di Republik ini untuk meributkan hal-hal yang membosankan. Contoh, polemik soal tonase MBT Leopard yang mencapai 62,5 ton, disinyalir oleh beberapa pengamat dan analis tidak cocok untuk kontur tanah di Indonesia. Lain lagi dari kubu pro MBT, menyatakan bahwa Leopard cocok dan tidak ada masalah dengan kontur tanah dan jembatan di Indonesia, mereka memperlihatkan contoh Malaysia yang sudah lebih dulu punya MBT, bahkan Singapura sejak 8 tahun lalu sudah punya 196 unit Leopard.

Meski MBT Leopard aslinya buatan Jerman, tapi Leopard yang bakal dibeli Indonesia adalah bekas pakai AD Belanda. Konon disebut-sebut, armada Leopard Belanda dalam kondisi sangat baik, tidak pernah digunakan untuk perang, dan tidak pernah dilibatkan dalam latihan besar. Belanda sendiri menjual Leopard dalam rangka perampingan kekuatan militernya, sebagai imbas krisis keuangan yang mendera Eropa. Sejatinya yang disodorkan Belanda tak hanya Leopard, tapi juga ada helikopter AH-64 Apache dan jet tempur F-16 Block 52.

F-16 Block 52 dan AH-64 Apache milik AB Singapura

Sebagai orang yang awam dalam dunia kemiliteran, saya pribadi senang mendengar bakal datangnya Leopard, F-16 Block 52, dan Apache. Setidaknya TNI bisa punya alutsista (alat utama sistem senjata) yang setara dengan Singapura dan Malaysia. Tapi disisi lain, hati ini rasanya miris juga, lantaran terlihat strategi pengadaan alutsista TNI terlihat tak memiliki platform yang jelas, sekilas seperti didorong pembelian karena emosi, ya emosi karena ada “Big Sale” dan emosi karena sekedar tak ingin kalah dari negara tetangga.

Emosi diatas (jika benar) tentu juga tidak salah, tapi yang jadi aneh bila pemerintah jadi gamang menentukan prioritas. Adanya MBT Leopard dan Apache jelas sangat penting untuk penguasaan teknologi militer Indonesia, tapi menurut saya pribadi, itu bukan prioritas utama. Seharusnya prioritas utama TNI lebih ditekankan pada pemenuhan kekuatan armada pesawat pengintai dan helikopter AKS (anti kapal selam)/Surveillance untuk ketajaman indra kapal-kapal perang TNI AL. Alasan saya tidak terlalu rumit, justru sebenarnya daya getar (deteren) Indonesia ada di Laut, dan sebagai negara maritim terbesar, ironis Indonesia bahkan tak punya heli anti AKS.

Pada era 60-an sistem AKS kita cukup ideal, walau sesusahnya terus redup, kemudian masih ada heli WASP dari Inggris, tapi setelah itu di grounded, dan tak ada lagi gantinya. Sempat di tahun 2005, pemerintah meng-order 3 unit heli BO-105 versi OTHT (over the horizon target) radar dari PT. DI, tapi entah karena alasan apa, order tersebut batal. Bayangkan negara martim terbesar tidak punya heli AKS atau heli intai. Pesawat intai, meski ada satuan intai martim dari Boeing 737 Surveillance Skadron 5 Makassar, jumlahnya yang 3 unit amat minim dan teknologinya sudah mulai usang.

Heli BO-105 OTHT, sempat dipesan namun gagal direalisasi oleh TNI

Kalau mau di compare, AL Malaysia sejak lama sudah punya Sea Lynx dan AL Singapura memiliki Sikorsky SH-60B Seahawk. Kedua heli tersebut pun sudah dibekali Torpedo. Belum lagi bekal E-2C Hawkeye yang mampu ‘menyapu’ coverage yang sangat luas.

Seolah terlupakan, padahal pemenuhan heli/pesawat pengintai sangat vital, karena bisa menangkal terjadinya tindak pelanggaran teritori di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia, belum lagi aksi kejahatan di laut lebih bisa direspon dengan cepat. Artinya devisa dan hasil bumi Indonesia lebih bisa diamankan. Ujung-ujungnya semua itu akan membawa kesejahteraan bagi ekonomi perairan Nusantara.

Saya pribadi menganggap hal diatas lebih penting ketimbang meributkan pengadaan MBT. Seandainya Leopard tahun depan datang pun, daya deteren TNI tidak akan meningkat signifikan, secara Singapura sudah memiliki tank dengan jenis yang sama, bahkan dalam jumlah lebih besar, begitu pun dari sisi Malaysia. Kalau mau jujur, sebenarnya kita amat butuh heli/pesawat dengan kemampuan OTHT. TNI AL sudah punya rudal Yakhont dan C-802, tapi kehandalannya tak maksimal, bahkan keterbatasan elemen OTHT, untuk pointing target rudal Yakhont ternyata dilakukan lewat kapal selam.

‘Keanehan’ strategi prioritas alutsista TNI juga terlihat dari elemen rudal. Sejak 3 dekade nasib rudal udara ke udara milik TNI AU tak pernah disegerkan, hanya mengandalkan versi ‘tua’ dari Sidewinder, berbanding terbalik dengan Malaysia dan Singapura yang punya versi mutakhir AIM-9X Sidewinder. Belum lagi, sudah sejak lama armada Sukhoi didatangkan tanpa rudal, baru setelah 8 tahun terdengar dalam tingkat desas-desus, Sukhoi TNI AU akan dilengkapi rudal udara ke udara jarak menengah. Semoga ini benar.

Armada sukhoi TNI AU, cukup lama 'merana' tanpa dibekali rudal

Lalu miris lagi di armada heli tempur Mi-24 milik Penerbad, sayang disayang heli sangar ini juga tak dibelai rudal pelibas tank. Tanpa ada kejelasan konsep pengembangannya, pemerintah keburu kesemsem dengan promo “Big Sale” Apache. Ya semoga saja Apache dibeli berikut rudal anti tank-nya. Dan jangan lupa, seyognya pemerintah juga jangan lupa dengan pengalaman buruk embargo militer dari AS. Perlu diketahui meski yang menjual Belanda, tapi toh nyatanya AS dan NATO mampu meng-cut aliran suku cadang dan persenjataan ke Indonesia, terutama bila aksi militer Indonesia bertentangan dengan kepentingan negara-negara Barat.

Memang dalam pemenuhan MEF (minimum essential force), di tahun 2012 anggaran pertahanan RI mengalami kenaikan terbesar, yakni mencapai Rp61,5 triliun, melonjak 29,5% dari tahun sebelumnya. Sebagai informasi, anggaran pengadaan 100 Leopard dari Belanda yakni sebesar Rp2,5 triliun. Memang masih ada sisa anggaran yang cukup besar, tapi seyogyanya pemerintah tetap memikirkan pengembangan alutsista di dalam negeri.

Dalam beberapa hal, ada baiknya strategi alutsista RI mengacu ke Iran dan India, tetap fokus dan tidak gamang. Mungkin saja saya keliru, tapi alotnya penentuan jenis kapal selam terbaru TNI AL, selain karena masalah anggaran, juga karena adanya ‘syarat’ baru dalam spesifikasi yang diajukan. Isunya karena melihat kapal selam Singapura dan Malaysia yang bisa menembakkan rudal anti kapal dari bawah permukaan laut, maka syarat kemampuan tersebut juga ‘harus’ ada untuk kapal selam TNI AL. Dan, untuk hal tersebut pilihan pastinya juga tak terlalu banyak dan budget harus ditingkatkan.

Akhir kata, selamat datang Leopard dan Apache, semoga bisa menjadi alutsista yang membawa berkah dan kejayaan bagi NKRI. Kita tahu produk-produk tersebut memang battle proven, dan mudah-mudahan bisa optimal digunakan oleh militer Indonesia. (Haryo Adjie Nogo Seno)

17 responses to “Konsep Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata Berbasis ‘Gamangisme’

  1. RevolutionJustBegun

    ehemm…sorry to interrupt everyone wet dream in here…MBT LEO2 jelas batal dan apache adalah sesuatu yg hil yg mustahal 🙂 dng eskalasi kerusuhan sosial yg smakin meningkat dan kisruh poliyik akhir2x ini kita semua tidak perlu berharap banyak….ujung2xnya akan terbengkalai,korelasinya apa dengan masalah sosial politik terkini? yg jelas duit akan habis dipakai untuk ancang2x 2014 dan persiapan suap,korupsi,dana bantuan bencana alam,subsidi BBM,import barang yg seharusnya kgk import dll….bukankah ini predictable?, sama seperti jaman suharto dulu,rencana beli LEO1 gagal!,beli 60 falcon gagal juga!….geezz i bet in 5 years indo will become the second philipine in the matters of fucked up 😦

    Suka

  2. agree comrade.kita memang gak bs berharap banyak.logika aja,beli BMP3 yg lebih murah aja pake di korting dari 20 jd 17 krn dana mepet apalagi leo.koreksi jg leo blm battle proven.sy tetap menyarankan untuk memprioritaskan anoa atau light tank untuk mengembangkan konsep infanteri mekanis yg lebih mobile ketimbang konsep MBT yg sudah kuno.saat ini infanteri sdh tdk mempan digertak tank.meriam MBT jg sudah diwakili rudal jinjing yg selain berfungsi AT jg buat bongkar bunker seperti Milan atau spandrel.di darat kecepatan serang lebih penting krn musuh butuh waktu untuk menggelar peralatan berat.didarat kecerdikan personel lebih penting ketimbang alutsista.justru di laut dan udaralah kita hrs besar ototnya.perbanyak kapal selam, alutsista ASW,pesawat pengintai dan jet fighter kelas berat maka tidak akan ada invasi dari laut dan udara yg berani mendekat.kalau ini jalan maka MBT sudah tidak berguna lg.AD adalah inner defence yg tdk banyak gunanya untuk negara kepulauan (rentan blokade).jika AL dan AU sbg outer defence tercukupi otomatis kedaulatan negara terjamin.si vis picum parrabelum,jika ingin damai bersiaplah untuk perang!

    Suka

  3. Saya harap pembelian 100 lopard dan appace oleh tni itu benar dan jadi

    Suka

  4. nice info….ulasannya lumayan memberikan sudut pandang yang tidak seperti biasanya…..mungkin bisa ditambahkan juga selain berharap leopard dan Apache datang, ada baiknya juga kita juga memikirkan alih teknologinya karena jangan sampai bertahun – tahun hanya jadi konsumen setia suatu alutsista dari pihak tertentu tetapi harapannya juga bisa menjadi konsumen cerdas di bidang Hankam di masa mendatang

    Suka

  5. pernah main hawx nggak? disitu lu bisa liat bahwa apache dan tank jadi sasaran empuk bagi fighter jenis terjelek pun seperti f-4…wkwk..walaupun itu hanya di game…sy setuju dgn agan bahwa yg perlu itu armada laut yg diperkuat apakah itu Kapal selam,destroyer BS..dll….

    Suka

  6. ketahanan suatu negara diukur dari teknologi dan alutsista militernya gan

    Suka

  7. gw sebenernya mendukung upgrade alutsista kita… tapi menurut gw lebih bijak, kalo fokus di pertahanan laut dan udara… mengingat kondisi geografis negara kita yang maritim dan kepulauan.

    miris bgt kayanya waktu kmrn sempet liat pasukan TNI perbatasan yang patroli di perbatasan ma malaysia pake sampan, yang itu pun dah bocor ckckckck…. ( ya pantes pulau2 ilang, garis batas negara “geser2”, nelayan2 kita di “culik” tetangga, n maybe kapal2 selam tetangga rajin2 mondar mandir hehehe)

    jadi kayanya lebih efektif dan bermanfaat kalo program peremajaan alutsista di fokusin di sisi laut dan udara… hehehe

    Suka

  8. mas, izin ikut nimbrung yah mas mas semua

    masalah pengadaan barang udah ada proporsinya masing-masing bagi tiap angkatan, jadi tidak akan ada permasalahan antar angkatan,

    dimana AD menerima hingga 2014 diperkirakan
    1.40-100 tank leopard
    2. tambahan unit mi-35(yang kita punya bukan mi-24) dan mi-17
    3.pengadaan heavy altiteri system antara PzH-2000 atau caesar
    4. pemesanan ranpur SHERPA dan rantis dalam negeri
    5. dll….

    AL
    1. 3 unit kasel DSME changbogo
    2. penambahan kcr clurit class
    3. pengadaan kcr trimaran
    4. pengadaan heli naval (seasprite, seahawk, dll)
    5.dll….

    AU
    1. penambahan 6 unit sukhoi Su-30
    2. retrofit plus hibah f-16
    3. pengadaan radar???
    4. dllll

    masalah light tank, masalah infantri vs MBt, dah dibahas sedikit di sini

    FMKV1.wordpress.com

    to all CMIIW

    Suka

  9. maaf mas,ini data dari mana?mimpi pun tidak kalo kita bisa beli nih barang.kalo KS sih masih masuk akal karena bekas pakai dan dr korea yg masih punya sentimen asia.kalo leo,sherpa,caesar,PZH 2000 sih jelas2 gak mungkin karena militer kita masih di cekik barat gara2 HAM.kalo mas bilang (walaupun gak mungkin sih) kita beli 40-100 T80 masih ada yg percaya.anggaran militer kita gak cukup mas untuk beli 100 leo walau sampe tahun 2014 sekalipun

    Suka

    • ^^^ khan rencana pembelian ad

      leo kan masih diusahakan, sherpa dah mangkal di pindad and siap tot, caesar or pzh menurut pak prabowo “calon” SPH kita

      T-80, boros uy, proteksi kalo armor dan era monkey model, enakan beli type-69II/III or type 70/80 lah….

      Suka

      • terorisKAMPRET

        sorry gan T-80 bukan monkey model,doi turunan langsung dari the legendary T-64 dan limited edition kl untuk export (kroya selatan dan pakis)!,kalo T-72 mmg banyak versi downgradenye

        Suka

  10. om prabowo???dia terlalu optimis mengingat dulu selalu memperlengkapi kopassus dgn modal sendiri!tapi yg biasa dia beli paling pistol/smg/senapan.beda urusannya kalo beli artileri atau tank!mulai dr izin ruwet sampe ke pendanaan.lgpula barat gak mau ngasih senjata bila ada isu HAM.alutsista barat rentan embargo.ingat kita gak boleh pake stormer di aceh dgn ancaman embargo oleh inggris?ngapain beli kalo gak bs dipakai sesuai kebutuhan.realistislah bhw hanya rusia dan saudara asia kita yg membuka tangannya lebar2 untuk kita!

    Suka

    • terorisKAMPRET

      satu contoh adalah kasus “tuan takur” menendang jauh2x eurofighter typhoon dan lebih memilih rafale dr prancis sebagai MMRCA mereka,the brits are really pissed off because of this 🙂 kemandirian dalam hal MEMILIH tanpa harus didikte oleh negara produsen adalah suatu keharusan!

      Suka

  11. memang menurut analisa saya kekuatan deterent negara kita ada di TNI-AL dan TNI-AU karena mau gak mau kita harus megetahui problema sekarang, banyak pelanggaran dilaut dan di udara yg menyangkut bangsa ini yg dilakukan negara lain

    Suka

  12. Pembatalan pembelian tu hanya dalih pejabat korup. Mreka ga bsa ikt korup gara2 belinya tanpa broker.
    Tpi pemerintah jg hrus slektif dalam membeli alutsista bru, jngn krena promo big sale & keinginan membeli yg didasari emosi bukan kbuthan. Ehh tw tw nya alutsista ny terbengkalai.
    Ckckck miris sekali

    Suka

Tinggalkan komentar